Membekali Ilmu kepada Anak sebagai Upaya Melindungi Masa Depan Anak

"Jadilah kamu orang yang berilmu atau orang yang menuntut ilmu atau orang yang mendengarkan ilmu atau orang yang mencintai ilmu, janganlah engkau menjadi orang yang kelima sehingga engkau menjadi orang yang binasa. Atha menambahkan; Ibnu Mas'ud mengatakan orang yang kelima adalah orang yang membenci ilmu".(HR. Tabrani).
beehappy 
Sebagai manusia, tentunya diharuskan untuk menuntut ilmu. Ilmu menjadi warisan terpenting yang harus diberikan orang tua kepada anak, karena ilmu merupakan hal yang berharga selain harta. Dengan memberi ilmu, berarti memberikan kesempatan kepada anak untuk bisa meraih apapun yang diinginkan. Dengan ilmu, anak akan bisa menjalani hidup di bumi ini, karena segala hal yang manusia lakukan dalam kehidupan sehari-hari pun tidak bisa lepas dari apa yang dinamakan ilmu. Pemahaman pun dibutuhkan anak, untuk setiap tindakan mereka. Supaya apa yang dilakukan bisa bermanfaat bagi dirinya juga bagi orang lain. Itulah fungsi dasar dari ilmu.
Bagaimana cara orangtua membekali ilmu kepada anak?
Sebenarnya, ilmu bisa diperoleh/dipelajari anak dimana saja dan kapan saja. Bisa dari pengalaman anak sendiri atau orang lain, dari alam, lingkungan sampai dari makhluk hidup lainnya. Tetapi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, pada umumnya orangtua menyekolahkan anak-anak mereka, supaya sang anak bisa mendapatkan pendidikan. Dengan sekolah, anak akan mendapatkan ilmu pengetahuan melalui apa yang diajarkan oleh gurunya. Juga dengan sekolah, anak bisa memiliki kualitas hidup. Serta untuk meningkatkan kualitas hidup, manusia memerlukan pendidikan, dan pendidikan diperoleh dari sekolah. Dengan menyekolahkan anak, orangtua secara tidak langsung sudah mewariskan ilmu.
Ketika para orang tua menyekolahkan anak-anaknya, mereka pasti mempunyai maksud dan tujuan. Mereka ingin anak-anak mereka menjadi orang yang pintar, berprestasi, berguna dan tentunya anak bisa tumbuh menjadi orang yang sukses. Tidak dipungkiri, bahkan "kesuksesan" dijadikan alasan utama orangtua ketika menyekolahkan anak. Karena faktanya, kesejahteraan umumnya sangat bergantung pada tinggi rendahnya tingkat pendidikan. Selain itu, setiap anak mempunyai cita-cita yang ingin mereka raih saat sudah besar kelak. Ketika anak ingin menjadi seorang guru, pilot, pramugari, arsitektur, dokter sampai menjadi seorang presiden, tentunya mereka harus memiliki pendidikan yang tinggi, agar mereka bisa mencapai itu semua.
Melihat setiap anak yang penuh dengan cita-cita, yang bersemayam di setiap khayalan, imajinasi serta gurauan sang anak, yang kemudian tercetus ketika pada saat mereka bermain, itu menjadi asa tersendiri bagi orangtua. Yang pada akhirnya, membuat mereka sebagai orangtua, benar-benar akan sangat memperhatikan segala sesuatu yang dibutuhkan anak, demi untuk melindungi masa depan anak, hingga anak bisa meraihnya. Orangtua akan mengusahakan itu semua, salah satu caranya dengan cara membekali ilmu kepada anak lewat pendidikan, yaitu dengan menyekolahkan anak setinggi-tingginya sampai apa yang diharapkan bisa terwujud.
Penjamin Pendidikan
Untuk bisa memberikan pendidikan yang tinggi, orangtua harus memiliki perencanaan sejak dini. Selain menyiapkan tabungan, juga orangtua harus memberikan asuransi kepada anak-anaknya. Apa itu asuransi? Asuransi merupakan sebuah cara mengelola resiko yang datang tak terduga di masa datang, atau singkatnya merupakan pengalihan resiko. Berbagai resiko bisa terjadi di kehidupan dan sifatnya tak terduga. Inilah sebab orangtua harus memberikan asuransi kepada anaknya khususnya untuk pendidikannya. Sebagai gambaran, kita lihat contoh kejadian berikut ini:
"Anak korban carok massal yang meninggal dunia Marsuki, yakni Lukman Erfandi asal Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, kini terancam putus kuliah, karena harus menggantikan posisi orangtuanya sebagai pencari nafkah keluarga. "Kalau ayah masih hidup, kan ayah yang mencarikan biaya kuliah saya. Sekarang ayah sudah tidak ada, sehingga saya yang harus mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga", kata Lukman Erfandi kepada di Pamekasan, Minggu (3/5/2015). Lukman merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan suami istri Marsuki dan Farida. Pada 20 November 2014, Marsuki tewas diujung celurit dalam peristiwa carok massal yang terjadi di ladang sawah di dusun Bates, Desa Pamoroh, Kecamatan Kadur, tak jauh dari rumahnya. Pemuda berusia 21 ini menuturkan, semasa masih hidup, ayahnya sering bekerja sebagai kuli bangunan, yakni memasang plafon. Ia sering diundang orang dari desa ke desa bersama tukang lainnya di Desa Pamoroh. 
"Dari situlah ayah bisa menyekolahkan saya hingga perguruan tinggi", tuturnya dengan suara lirih. Jika Lukman libur kuliah, ayahnya memang sering mengajak pemuda ini ikut bekerja, karena pekerjaan memasang plafon tidak terlalu sulit, sehingga pada akhirnya Lukman juga memiliki keahlian memasang plafon. "Terkadang kalau tetangga disini membangun rumah dan memasang plafon, saya juga sering bekerja bersama ayah", kenangnya. Sejak ayahnya meninggal dunia dalam kasus carok massal itu, Lukman terpaksa menggantikan pekerjaan ayahnya menjadi tulang punggung keluarga. Semua itu dia lakukan untuk menyambung hidup dan membiayai pendidikan adiknya, termasuk biaya kuliahnya. Mahasiswa semester VI jurusan Syariah pada program studi Perbankan Syariah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan ini mengaku, sejak ayahnya meninggal dunia, ia tak lagi fokus kuliah. "Bagaimana saya bisa fokus, wong saat ini saya menjadi tulang punggung keluarga dan tidak ingin adik saya juga putus sekolah"

Komentar